Pages

Subscribe:

Jumat, 27 Februari 2009

Buatmu Tersayang

Entah apa yang ada dalam pikiranmu. Kau masih terdiam di situ. Tanpa kata. Tanpa gerakan. Laksana karang. Hanya memikirkan orang ketiga yang hadir antara kita dan mengorbankan semuanya padanya.

Mata itu, setiap kali matahari memanggang bumi, selalu membawaku ke sebuah mata air pegunungan. Menikmati damai. Engkau tahu itu. Tapi kini, semuanya tidak jelas akan seperti apa. Ya, hati seperti itulah yang kerap kali hadir dalam bayang-bayangku.

Selaksa kabut pekat yang dihasung bala tentara Iblis selama ini telah membuat kita selalu salah dalam mengeja cinta. Aku bisa bayangkan, para kurcaci selama ini terbahak-bahak saat melihat kita dengan terbata-bata menyimpulkan bahwa cinta adalah memiliki, menikmati, dan menguasai.

Atas nama cinta, berdua kita teguk puluhan sepi. Atas nama cinta pula aku menuntutmu berbagi kekuasaan atas lentik jemari indahmu. Bahkan juga atas nama cinta, kumakruhkan senyum manismu itu atas seluruh pria jagad raya. Ah, Padahal cinta tidak pernah menuntut apa-apa, meski hanya sekedar jawaban “I love you too” (beuu kawedani, puyayuwa?). Bahkan cemburu pun bukan tanda dari cinta. Ia hanyalah sepenggal egoisme. Cinta itu memberi, bukan menerima, apalagi menuntut. Satu-satunya yang dikehendaki cinta hanyalah kebahagiaan bagi orang yang kita cintai. Mungkin seperti Itu saja kaa...apa?

Pernahkah kau menengadah ke langit dan bertanya, di manakah Tuhan Kau menyimpan kebahagiaan? Tataplah butiran-butiran yang diturunkan ke bumi itu. Bukan, itu bukan sekedar serpihan-serpihan nada. Itu adalah sebuah lantuanan lagu buatmu. Maka rapat pejamkan matamu, lebar bukalah hatimu. Bacalah, manisku. Sebentar lagi kau akan tahu, letak kebahagiaannya. Kekasih seharusnya membawa terbang kekasihnya.
Tidakkah kau ada waktu untuk membalas sapaan angin? Kemarilah sayang, di bawah kelebatan cahaya lilin, aku ingin mengajakmu mendengarkan bisikannya. Sebentar lagi kau akan tahu bahwa puluhan teguk sepi milik kita ternyata adalah mata-mata pisau yang merobek-robek sayap. Kita telah tidak hanya salah jalan. Tulang-tulang kita juga remuk redam begitu parah. Sekarang aku yang merasakan, sebentar lagi kau akan rasakan betapa sakitnya dari semuanya itu.

Waktu yang sedang berjalan ini belum jelas arahnya akan kemana. Mudah-mudahan engkau mengerti.

Tapi jujur kuakui, semua ini terasa perih. Andaikan saja engkau dari tadi menghitung berapa kali aku menarik nafas panjang, kau juga pasti akan tahu betapa ada berton-ton batu di pundakku. Namun seperti yang biasa kau katakan padaku setelah berbincang dengan kupu-kupu, pengorbanan adalah kata kunci dari segala apa yang ingin kita raih. Akankah semua musnah menjadi debu, terbang disapu angin, dan hilang dalam tiada.

“Yang aku tahu, Tuhan tidak pernah meminta kita membayar apa yang kita minta kepada-Nya dengan cara melupakan orang yang kita cintai,” lanjutmu menghempaskanku ke rerumputan, menelanjangi kemunafikanku. Sejatinya, aku pun tidak akan kuasa menghapus sejarahmu dari benakku. Bagaimana itu bisa kulakukan bila hampir di setiap penghujung malam, namamu selalu kusebut di antara puluhan lembar lagu cinta. Aku pun terdiam, dan memang giliranmu untuk bicara.

“Aku tidak tahu harus bicara apa. Ada saatnya kata tidak bisa menjelaskan apa-apa ”
Terasa berat melepaskanmu, jika itu terjadi, seberat langkah gontaimu di senja yang merah ini. Semoga alam raya esok pagi akan menjadi saksi di hadapan-Nya atas apa yang terjadi pada kita hari ini. Aku hanya selalu berharap, agar semuanya kembali seperti semula........... 5emog@!!!

saran, kritik dan curhat boleh kirim lewat e-mail: egeidaby@yahoo.com thank's!!

0 komentar:

Posting Komentar