Pages

Subscribe:

Senin, 18 Januari 2010

Wajah Tigi Barat 4 Bulan di Tahun 2009



Oleh Roy M. Adii

Terhitung 16 September 2009 terbilang kabupaten Deiyai masih berumur jagung. Namun terkesan mengalami perubahan. Khususnya di wilayah Tigi Barat, berikut cacatan Roy Marthen Adii dalam sebuah perjalanan mengelilingi wilayah Tigi Barat belum lama ini.
Terkesan belum lama bapak menjabat sebagai kepala Distrik tigi Barat ?
Ia saya baru saja dilantik sejak tanggal 16 September 2009 diaula GKIIP Waghete. Saya kepala distrik yang pertama setelah Kabupaten Deiyai menjadi kabupaten tersendiri. Belum banyak yang kita lakukan akan tetapi dengan rasa memiliki terhadap rakyat dan daerah maka beberapa terobosan kita telah dilakukan.

Apa saja yang telah di lakukan selama 4 bulan di tahun 2009 ?


Ia … sebenarnya tidak banyak sih.. tetapi biar sedikit dirasakan oleh masyarakat wilayah Tigi barat. Pertama adalah saya mengadakan pendekatan kepada berbagai kalangan yang ada di wilayah itu.



Terutama terkait pentingnya kehadiran pemerintah. Hal ini dilakukan dengan tujuan memahamkan peranan pemerintah terhadap perkembangan hidup rakyat. Selain itu setelah melihat sejumlah kendala yang dialami terutama dalam penyaluran beras miskin. Sebelum rakyat saya belum mendapatkan beras miskin selama 8 bulan maka saya mencari format baru maka solusi yang di tempuh adalah membagi wilayah penyaluran berdasarkan letak daerah.

Misalnya wilayah kampong Gakokebo dan kampong Widimei mendapatkan beras di Gakokebo, sedangkan untuk 6 kampung wilayah debey di droping di balai kampong Piyakedimi, sementara 4 kampung Ayatei, diyai, Onago, dan Tenedagi secara swadaya kepala distrik telah membangun gudang di kampong Dedoutei dengan tujuan menampung beras miskin.
Persoalan yang sangat sulit diterselesaikan adalah beberapa hal namun beberapa itu pun sudah kami mulai membenahi

Apa saja yang sulit di terselesaikan ?

Banyak yang kita belum terselesaikan. Diantara pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, peningkatan pendidikan, dan peningkatan ekonomi. Salah satu yang kami telah berupaya adalah merebut dana PPIP Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum pusat dan dibagikan kepada masyarakat yang sangat mengharapkan peningkatan infrastruktur dan jembatan yakni Kampung Tenedagi, kampong Onago, dan Gakokebo. Tetapi hanya dengan dana itu tidak cukup membangun dan masih mencari jalan keluar … diantara pembangunan ekonomi dan peningkatan sumber daya manusia.

Apakah ada harapan untuk Membangun ekonomi dan pendidikan ?


Ada harapan untuk memperbaiki dua aspek yang lain
Yang jelas ada, artinya melalui program yang diusulkan kepada pemerintah Kabupaten Deiyai tetapi yang jelas dalam kondisi status kabupaten yang baru dimekarkan belum bisa maksimal dalam menjawab semua usulan kita. Tetapi saya punya akal lain yakni mencari jalan keluar artinya membuat proposal ke sejumlah departemen yang ada di pusat ( Jakarta). Misalnya di departemen social, departemen pendidikan, dan departemen pekerjaan umum. Dan termasuk kepada menteri riset dan Tehnologi Jakarta. Dari semua proposal yang sudah diajukan sudah ada jawaban kini dalam tahap penyelesaian berkas kelengkapan.

Dari Departemen mana saja yang telah berikan tanggapan atas Proposal ?
Tidak semua ada tanggapan tetapi syukur kepada Tuhan bahwa ada yang sudah menjawab, semisal dari Menteri Riset dan Tehnologi, departemen social, menteri pendidikan dan menteri ekonomi.


Kapan Realisasi beberapa proposal yang di ajukan itu ?
Diharapkan dalam tahun ini bisa direalisasikan. Sebab rakyat sedang mengharapkan perubahan-perubahan. Rakyat Indonesia yang ada di wilayah Tigi barat juga adalah bangsa Indonesia. Mereka ingin merubah pola hidup yang terkesan masih tertinggal dan terisolir dari perubahan jaman serta ingin setara dengan manusia-manusia lain di belahan bumi khususnya di Indonesia.

Lalu saya mendengar ada Motto pembangunan Distrik ?


Ia.. Motto pembangunan yang saya canang pada tanggal 29 Desember 2009 saat penyampaian kesan dan pesan tahun 2010 dihadapan ribuan warga Tigi Barat adalah “ Membangun Bersama Rakyat “ berlandaskan Agama, Adat, Alam, dan pemerintah” (A3P).

Mengapa memilih Motto demikian ?

Saya memilih motto itu melalui suatu permenungan yang panjang. Adalah pengalaman membukti bahwa selama ini pemerintah memaksakan kehendak dalam membangun wilayah Papua. Masyarakat Papua sangat identik dengan nilai-nilai agama, adat dan alam. Jika kita menoleh kebelakang bahwa pemerintah datang hanya menyempurnakan hukum-hukum yang telah dianut oleh rakyat setempat. Oke… banyak persi muncul membangun Papua, tetapi menurut saya adalah tiga nilai itu mesti di perhatikan….(*****).
Inilah Wajah Kab. Deiyai

Kantor Bupati Deiyai Sedang di Bangun


Senilai satu milyart empat ratus juta telah telah diserahkan kepada marga Mote pada tanggal 18 November 2009. Seluas 100 mX 500 M sudah serahkan kepada pemerintah. Saat penyerahan lokasi dan dana dilaksanakan secara ritual adat. Dikalah itu terlihat 95 tungguh api (tempat).
Saat penyerahan tanah adat diwarnai dengan ritual adat yang sangat sacral itu memiliki nilai yang luhur dalam pemenuhan hidup.
Bupati Deiyai Drs. Blasius Pakage, mengutarakan tanah yang di serahkan oleh marga Mote adalah merupakan suatu bukti keseriusan masyarakat Deiyai untuk menerima pemerintah. Atas penyerahan tanah itu pemerintah akan berkembangan.


Deiyai Pontesi Wisata


Paniai secara kultur berdiam dilereng beberapa gunung yang memanjang di sejumlah kelerengan yang kerap dibatasi dengan Makatadi hingga di …. Di tengah itu didiami oleh suku bangsa Mee. Disanalah mereka mempertahankan eksistensinya sebagai suku bangsa Mee. Sejak tahun 1996 wilayah itu di mekarkan kabupaten Paniai, setelah Nabire di mekarkan dari Kabupaten Paniai. Tidak hanya kabupaten Paniai akan tetapi Kabupaten Puncak Jaya.

Dalam konteks ini lebih akan membahas panorama Kabupaten Deiyai. Danau Tigi mempercantik panorama wilayah Deiyai yang indah pesona itu. Pulau Duwamo dan tanjung-tanjung yang membentang memberikan suatu keindahan dan menambah kekayaan dan menarik perhatian setiap orang melewati wilayah itu. Sungguh menggugah hati setiap pengunjung. (***)




Kepala Disrik Tigi Barat Dianugrahi
“Pemecah Tembok Perbedaan”

Tanggal 29 merupakan hari yang berbahagia bagi 27 ribuh warga masyarakat Tigi Barat. Karena mereka merayakan Natal Oikumene yang pertama setelah kabupaten Deiyai menjadi kabupaten tersendiri. Banyak warga kaget setelah mendengar kata Natal “Oikumene” tapi itu itulah salah satu terobosan yang dilakukan Sosok Frans IGN Bobii kepala Distrik Tigi Barat.
Konsep pikiran kepala Distrik kelahiran 08 Agustus 1976 itu memiliki segudang pengalaman dalam berbagai kegiatan resmi maupun non resmi semasa di Nabire. Dia juga dibesarkan didunia pers, maka berbagai terik pikiran menjadi pengalaman dalam mewujudkan perubahan –perubahan di wilayah itu.
Terhitung tanggal 16 September 2009 umur pemimpin yang satu ini masih umur jagung namun berbagai upaya terus diperjuangkan. Salah satunya merancang konsep kegiatan Natal oikuemen. Hal itu berlangsung atas Motto pembangunan “Membangun Bersama Rakyat Berlandaskan Agama, Adat, Alam dan Pemerintah”. Maka untuk menanamkan nilai-nilai agama kepada masyarakat wlayah itu dan dalam kondisi ini kepala distrik sebagai mediator, dinamisator, dan fasilitator.
Berikut catatan media ini ketika mengikuti detik –detik pelaksanaan natal oikumene.
Pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan dibawah Thema Yesus Datang Untuk Menyatukan Perbedaan.thema itu terpampang di depan pintu yang di hiasi dengan pohon natal dan lampu klap-klip.tentunya dalam menyonsong hari pelaksanaan telah di laksanakan dua kegiatan yang melibatkan berbagai denominasi gereja di wilayah Tigi Barat. Setelah dibentuk panitia Natal Oikueme, Aten Edoway, S.Pak dipercayakan sebagai ketua Panitia. Oleh Panitia mengadakan dua kegiatan diantaranya Lomba Tarian Adat dan lomba Vokal groub pada tanggal 28 Desember dipusatkan di halaman Kantor Distrik Tigi Barat.
Sekitar pukul 09.00 wit para jemaat sudah memadati halaman Distrik untuk mengikuti natal Oikumene. Ketua Klasis Tigi Barat dan Tigi Utara serta Pastor Paroki sudah berada diada mendahului para jemaatnya.yang lebih menarik adalah dengan berbusana khas suku Mee warga 12 kampung wilayah itu datang dengan tarian adat masing-masing kampong.
Ada tujuan tertentu yang hendak dicapai oleh kepala Distrik yakni untuk menyatukan perbedaan pendapat yang selama terlihat di wilayah itu akibat persoalan Organisasi GKII dan GKIP. “tidan ada Allah Milik agama, GKII, GKIP, Katolik, Islam, Hindu dan Budha yang ada hanya satu Allah. Sehingga semua Umat kini sedang mencari Allah melalui masing –masing kepercayaan”urai Frans IGN Bobii dalam kesan Pesan Natal dihadapan ribuan jemaat.
Diakhir perayaan natal oikueme melalui tarian adat Gaupe menganugrahi kepala Distrik Tigi Barat Frans IGN Bobii, sebagai “ Pemecah Tembok Perbedaan”. Hal itu dilakukan oleh warga Masyarakat karena merasa disatukan melalui kegiatan-kegiatan yang selama ini dilakukan. Teristimewa telah menghilangkan sengketa pikiran yang muncul selama ini pasca masalah GKII dan GKIP. (****)